
RadarGorontalo.com – Kurangnya pengawasan terhadap alur penjualan obat-obatan, membuat sejumah apotik diduga melakukan praktek ilegal, dengan cara menjual obat-obatan keras secara bebas. Sebut saja, Dextrometrhopan, Esilgan dan Jeprox. Dan ini merupakan hasil penelusuran, dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Gorontalo.
Kata Kepala BPOM Gorontalo Sukriadi Darma S.Si, Apt, untuk Kota Gorontalo ada 17 apotek yang sudah diberikan sanksi administrasi, karena ditemukan menjual obat yang seharusnya disertakan dengan resep dokter. Sedangkan Kabupaten Gorontalo sendiri, terdapat 3 apotek yang melakukan praktek serupa, dan sudah diberikan sanksi.
Selain itu tambah Sukri, tidak hanya pelaku apotek saja, tapi aturan juga tidak membenarkan dokter untuk melakukan praktek dan mengedar obat di apotek. Seperti melakukan pekerjaan farmasi tanpa hak dan kewenangannya, yang sesuai tertulis dalam pasal 198 Tahun 2009. “Sanksi beratnya adalah pidana,” tegasnya.
OBAT PALSU AKIBATKAN KEMATIAN
Kasus obat palsu, memang belum ditemukan di Gorontalo. Namun perlu antisipasi dini. Dari pengembangan kasus obat palsu yang ditemukan di Jakarta, hingga Jawa Barat, ternyata yang dipalsukan, hanyalah obat-obatan mahal, dan beberapa yang bersifat antibiotik. Ciri-ciri obat seperti itupun, menjadi bahan evaluasi bagi aparat terkait di Gorontalo.
Kata Kepala BPOM Gorontalo Sukriadi Darma S.Si, Apt, mengaku dari setiap pemeriksaan, sarana, distributor dan pelayanan hingga pengujian obat, tak ditemukan kasus obat palsu. “Obat-obatan yang sering dipalsukan adalah obat-obat yang mahal harganya yang digunakan dalam jumlah yang banyak. Ciri-cirinya menyerupai yang asli namun dibedakan dari kadar dosisnya yang tidak sesuai standar dan undang-undang kesehatan,” ungkap Sukri. “efeknya, bisa berujung kematian,” imbuhnya.
Dan dalam Undang-udang Kesehatan No 36 Tahun 2009 pasal 196. Barang siapa yang membuat dan menyimpan atau mengedarkan obat yang tidak memenuhi syarat, diancam hukum 10 tahun penjara denda Rp 1 Miliar. Bisa juga dikenakan pasal 197 tentang ijin edar, dengan hukuman penjara 15 tahun.
Senada ditambahkan Direktur Rumah Sakita Aloe Saboe (RSAS) Kota dr. Andang Ilato, untuk antisipasi masuknya obat palsu, pihaknya secara teliti terus melakukan pemeriksaan terhadap obat-obat yang sering dipesan pada distributor obat dari pusat. “Sebelum kami menjalin kerjasama dengan distributor obat, kami terlebih dahulu melakukan pengecekan kelegalan perusaan tersebut, dan badan hukum serta rekomendasi dari Kementerian Kesehatan RI. Meski demikian, dalam pengiriman obat, kami tetap melakukan pengawasan yang ketat, apabila ada obat yang kadarluarsa, maka kami langsug informasikan pada pihak distributor,” singkatnya.(rg-62)