Penulis : bAnG_aMoZ
RGOL.ID (GORONTALO) – Hampir lima puluh tahun yang lalu ketika sebagai seorang remaja saya pernah main bareng dengan Lala, yang kini dikenal luas dengan panggilan akrab oleh sebagian kalangan Haji Lala.
Catatan pendek ini sengaja saya beri judul Haji Lala dan kekuasaan Politik yang dapat dimaknai dengan tepat yaitu “Media dan Kekuasaan Politik”
Ketika sebagian orang beramai-ramai memilih menjadi politisi ditengah euforia reformasi, Haji Lala memilih menjadi seorang jurnalis dan secara konsisten dengan setia dia menjalaninya sampai saat ini, dan kini Haji Lala menjadi sebuah kekuatan politik di Gorontalo karena dengan Medianya dapat membentuk opini publik.
Kekuatan Haji Lala dengan medianya dapat dijadikan sumber tawar menawar dengan institusi politik di Gorontalo.
Saya menduga banyak pihak yang ingin bernegosiasi dengan Haji Lala, mungkin mengalami kesulitan yang disebabkan sikap politik medianya untuk independen dan menjadi kekuatan politik penyeimbang dari kekuatan politik di Gorontalo. Dalam hal ini Haji Lala menjadikan media massa menjadi kekuatan kritis dan alternatif.
Bukan hal yang tidak mungkin bahwa informasi yang disampaikan media massa tidak objektif, seringkali terdapat bias informasi. Hal ini biasanya karena ada missinterpretasi secara berbeda diantara unit dalam entitas media itu, atau bisa juga ada pemberitaan melenceng atau diplesetkan atau dipolitisasi dari sesungguhnya apa yang terjadi atau dikatakan.
Disini saya melihat Haji Lala menjadi sosok penting dan strategis ditengah percaturan atau interaksi politik di Gorontalo. Partai politik atau para politisi membutuhkan media yang memfasilitasi komunikasi politik secara luas. Sehingga saya ingin mengatakan bermusuhan dengan media massa (Haji Lala) adalah hal yang paling tragis. Karena siapapun dia dipastikan akan kehilangan mitra strategis yang dapat membantu mereka dalam komunikasi politik.
Haji Lala sangat memahami bahwa media massa sebagai medan pertempuran dan persaingan politik untuk membentuk opini publik yang terfokus pada media, semua partai politik dan kandidat pimpinan daerah berusaha tampil di media massa, sehingga posisi Haji Lala sebagai kekuatan politik mempunyai daya tawar yang tidak kalah penting dengan partai politik itu sendiri.
Wilayah pertempuran politik tidak hanya terjadi dari image-image politik yang ditampilkan, tapi lobi-lobi politik dengan media massa menjadi sebuah keniscayaan.
Maka disinilah Haji Lala dengan leluasa menentukan sikap politik untuk memihak dan mempublikasikan siapapun yang dianggap layak dipublikasikan.
Dari pilihan hidup seorang teman lama Haji Lala membangun kekuatan politik lewat media tentu saya apresiasi sebagai salah satu pilar demokrasi.
Tulisan ini saya saya buat setelah sholat isha hari ini tanggal 27 Juni ditengah dinginnya udara di Jawa Barat.
Salam
Tinggalkan Balasan