
Panen Raya, Harga Bisa Anjlok
RadarGorontalo.com – Setelah sempat mengalami gagal panen akibat cuaca tak menentu beberapa bulan silam, September ini, produksi hasil pertanian khususnya beras akan berada pada puncaknya. Walaupun ini adalah kabar gembira, tapi ada kekhawatiran besarnya hasil akan membuat over produksi, yang bisa berdampak pada turunnya harga komoditi di pasaran. Pemerintah pun diminta jeli melihat hal ini.
Kepala Bulog Gorontalo Sjamsudin mengatakan, jika dibandingkan dengan tahun 2015, di triwulan ke tiga 2016 ini, beras yang mengalir ke Bulog sudah mencapai 4000 ton. Soal antisipasi peningkatan produksi beras di petani, Sjamsudin menjelaskan, Bulog wajib membeli beras petani meski terjadi kerusakan harga sekalipun. Dan sesuai Inpres nomor 5 Tahun 2015, daya beli pemerintah saat ini mencapai Rp 7.300/kg, namun jika harga penjualan pemerintah ini rusak atau meningkat, maka Bulog serahkan pada mekanisme pasar. Selain itu selalu menjaga kestabilan harga di pasaran atau di tingkat konsumen, agar jangan sampai melebih kemampuan konsumen. “Jika harga pasaran naik, maka Bulog wajib untuk melakukan operasi pasar,” terang Sjamsudin.
Setelah itu, ditaya berapa stok bersa yang disiapkan Bulog, Sjamsudin menambahkan, sampai dengan saat ini sektar 5.149 Ton, dan ini diperkirakan bisa betahan sampai awal bulan di 2017 nanti. Peningkatan produksi beras di Gorontalo ini, sejalan dengan meningkatnya broken atau kerusakan pada beras itu sendiri. Hal ini disebabkan kata Sjamsudin, rata-rata petani Gorontalo masih menggunakan mesin yang lama. Dan dalam standar pembelian beras, dari kadar air 14 persen minimal tingkat brokennya hanya mencapai 25 persen. Namun, selama Bulog membeli beras Gorontalo, sampai dengan saat ini tingkat brokennya diatas 25 persen. “kalau dampaknya tehadap produksi mungkin tidak ada, namun akan mempengaruhi pada penjualan beras,”jelas Sjamsudin.
Sebelumnya, antisipasi soal anjloknya harga komoditi pertanian akibat over produksi, seharusnya bisa diantisipasi dengan keberadaan resi gudang. Sayang, rata-rata petani belum memanfaatkan fasilitas itu, dengan alasan masih terjerat dengan tengkulak. Belum lagi, sosialisasi resi gudang masih belum maksimal. Alhasil, keberadaan resi gudang di masing-masing wilayah, belum dimanfaatkan sesuai peruntukannya. (rg-62)