Hukuman Kebiri Bikin Tubuh Rusak

Ilustrasi : Anwar/RG
Ilustrasi : Anwar/RG

(RadarGorontalo.com) – Terkait hukuman kebiri, dikutip dari berbagai sumber, ada dua macam tekniknya. Kebiri fisik dan kebiri kimiawi. Namun dalam Perpu yang diteken Presiden belum lama ini, penerapan hukuman kebiri dilakukan secara kimiawi, dengan dengan cara memasukkan zat kimia anti-androgen ke tubuh pelaku supaya produksi hormon testosteron di tubuhnya berkurang. Hasilnya, sama dengan kebiri fisik hanya saja tak permanen.

Proses kebiri kimia, dilakukan melalui pemberian pil ataupun suntikan hormon anti-androgen atau anti hormon laki-laki, yang efeknya membuat pria menjadi feminim. Dampak negatifnya, terjadi penuaan dini pada tubuh. Cairan anti-androgen akan mengurangi kepadatan tulang sehingga risiko tulang keropos atau osteoporosis. Zat kimia ini juga, mengurangi massa otot, yang memperbesar kesempatan tubuh menumpuk lemak dan kemudian meningkatkan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah.

Satu hal yang perlu diketahui, kebiri kimiawi tidak bersifat permanen. Artinya, jika pemberian zat anti-androgen dihentikan, efeknya juga akan berhenti dan pemerkosa akan mendapatkan lagi fungsi seksualnya, baik berupa hasrat seksual maupun kemampuan ereksi.

Baca Juga : Lima Bulan, 23 Gadis Dicabuli

Deputi Bidang Koordinasi Perlindungan Perempuan dan Anak Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Sujatmiko menyampaikan, hukuman kebiri diberikan melalui suntikan. Dalam satu kali suntik, efeknya bisa muncul sampai 3 bulan. Oleh karenanya, penerima hukuman wajib datang untuk disuntik kembali. Lamanya, sesuai dengan vonis hakim saat vonis hukuman pokoknya. Dalam perpu sendiri disebutkan bila hukuman ini diberikan tidak permanen, maksimal hanya dua tahun.

Untuk memastikan pelaku tak mengulangi perbuatannya, mereka akan dipasang alat deteksi elektronik berupa chip. Ada dua opsi untuk alat deteksi ini. Pertama ditanam dan kedua dipasang pada gelang yang wajib dipakai.

Kendati demikian, Perppu nomor 1 Tahun 2016 itu ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 25 Mei lalu. Artinya, Perppu hanya bisa diberlakukan untuk kasus-kasus yang akan terjadi kemudian.

Sementara itu, dalam Perppu kali ini, hukuman tambahan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat deteksi elektronik tidak bisa dilakukan kepada semua pelaku. Hanya pelaku dengan klasifikasi tertentu saja yang boleh dikebiri dan dipasangi alat. Pertama adalah pelaku yang berstatus residivis pemerkosa dan pencabulan anak.

Kedua, melihat kondisi korban pascakejadian perkosaan. Di antaranya, korban lebih dari satu, mengalami luka berat, gangguan jiwa, terkena penyakit menular, fungsi reproduksinya terganggu atau hilang, atau korban meninggal dunia. Apabila satu saja dari kondisi tersebut terjadi pada korban, siapapun pelakunya bisa dikebiri dan dipasangi alat deteksi.

Bagaimanapun, kebiri merupakan hukuman tambahan. Hukuman pokoknya tetap pidana mati. Apabila korban mengalami salah satu dari keenam kondisi tersebut, hakim bisa menjatuhkan hukuman mati. Siapapun pelakunya, asalkan orang dewasa. Sebab, pelaku yang berstatus anak-anak terikat UU Peradilan anak. (rg)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.