Ilmuwan Muslim Dunia, Berdarah Gorontalo, Berotak Jerman Berhati Mekkah

Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Kabar duka tidak hanya menyelimuti Gorontalo dan Indonesia, tetapi juga dunia internasional.

Presiden Ke-3 Republik Indonesia, Prof. Dr. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie, FREng, tutup usia di ruang Paviliun Kartika RSPAD Gatot Soebroto, rabu (11/9) tadi malam, sekitar pukul 18.05 waktu Indonesia Barat. Almarhum B.J. Habibie wafat di usia 83 tahun.

In Memoriam Prof. Dr. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie, FREng

Putra B.J. Habibie, Tahreq Kemal Habibie menyampaikan almarhum meninggal dunia, selain faktor usia, beberapa fungsi organ tubuhnya mulai mengalami penurunan, termasuk jantung.

Sebagaimana diketahui, B.J. Habibie mulai intensif mendapatkan perawatan di RSPAD sejak 2 September 2019 oleh lebih dari 40 tim dokter kepresidenan dengan latar belakang dokter spesialis berbagai bidang, baik saraf, jantung, otak, bedah, pembuluh darah dan lainnya.

Habibie sempat membaik pada selasa sore, namun rabu besoknya kembali drop dan wafat. wafatnya Habibie adalah duka Indonesia dan dunia internasional. Ucapan bela sungkawa datang dari jutaan rakyat Indonesia dan dunia.

Wajar jika Indonesia dan dunia internasional menangisi dan merasa kehilangan akan sosok B.J. Habibie. Karena tokoh nasional yang murah senyum ini, adalah pelopor dasar-dasar perubahan Bangsa Indonesia dari era Orde Baru ke era Reformasi.

Bukan hanya itu, di tangannya, teknologi Indonesia lahir dan berkembang. Bagi dunia Internasional, B.J Habibie adalah ilmuwan yang kontribusinya sangat besar, khususnya di dunia penerbangan.

Makanya jangan heran, lewat sumbangsih pemikiran, karya dan temuannya tentang teknologi pesawat terbang yakni crack progression theory (Teori Habibie) atau Faktor Habibie, sehingga paman dari Gubernur Gorontalo Rusli Habibie ini dijuluki Mr. Crack.

Sebagai diketahui, lewat teorinya itu, B.J. Habibe bisa mendeteksi mampu mendeteksi keretakan pesawat dengan hitung-hitungannya sampai detail pada tingkat atom.

Prof. Mahfud M.D. mengatakan BJ Habibie adalah ilmuwan muslim yang taat beribadah. Dari sosok dialah lahir ungkapan ‘Integrasi Iptek dan Imtaq’, ilmu pengetahuan dan iman serta taqwa. Habibie dijadikan role model generasi muda Islam dengan ungkapan ‘Berotak Jerman, berhati Mekah’.

Perjalanan hidup Prof. B.J. Habibie berawal dari Pare-Pare. Lahir 25 Juni 1936, merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo. Ayahnya yang berprofesi sebagai ahli pertanian yang berasal dari etnis Gorontalo.

Alwi Abdul Jalil Habibie (Ayah dari B.J. Habibie) memiliki marga Habibie dicatat secara historis berasal dari wilayah Kabila, Bone Bolango, Provinsi Gorontalo.

Habibie adalah marga asli dalam struktur sosial Pohala’a (Kerajaan dan Kekeluargaan) di Gorontalo. Dari silsilah keluarga, kakek dari B.J. Habibie merupakan seorang pemuka agama, anggota majelis peradilan agama serta salah satu pemangku adat Gorontalo yang tersohor pada saat itu.

Keluarga besar Habibie di Gorontalo terkenal gemar beternak sapi, memiliki kuda dalam jumlah yang banyak, serta memiliki perkebunan kopi. Sewaktu kecil, Habibie pernah berkunjung ke Gorontalo untuk mengikuti proses khitanan dan upacara adat yang dilakukan sesuai syariat islam dan adat istiadat Gorontalo.

Sedangkan R.A. Tuti Marini Puspowardojo (Ibu dari B.J. Habibie) merupakan anak seorang dokter spesialis mata di Jogjakarta, dan ayahnya yang bernama Puspowardjojo bertugas sebagai pemilik sekolah.

B.J. Habibie pernah menuntut ilmu di Sekolah Menengah Atas Kristen Dago, kemudian belajar tentang keilmuan teknik mesin di Fakultas Teknik Universitas Indonesia Bandung (sekarang Institut Teknologi Bandung) pada tahun 1954.

Pada 1955–1965, Habibie melanjutkan studi teknik penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat terbang, di RWTH Aachen, Jerman Barat, menerima gelar diplom ingenieur pada 1960 dan gelar doktor ingenieur pada 1965 dengan predikat summa cum laude.

Pernikahannya dengan Ibu Hasrie Ainun Besari, diawali kisah cinta Habibie dan Ainun ketika masih duduk di bangku SMP, kemudian lebih dekat lagi ketika sama-sama di SMA Kristen Dago.

Komunikasi mereka sempat terputus setelah Habibie melanjutkan kuliah dan bekerja di Jerman, sementara Ainun tetap di Indonesia dan kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Akhirnya pada tanggal 12 Mei 1962, B.J. Habibie menikahi Hasri Ainun Besari di Rangga Malela, Bandung. Akad nikah Habibie dan Ainun digelar secara adat dan budaya Jawa, sedangkan resepsi pernikahan digelar keesokan harinya dengan adat dan budaya Gorontalo di Hotel Preanger.

Ketika menikah dengan Habibie, Ainun dihadapkan dengan dua pilihan, memilih untuk tetap bekerja di rumah sakit anak-anak di Hamburg atau berperan serta berkarya di belakang layar sebagai istri dan ibu rumah tangga. Setelah berdiskusi dengan Habibie, Ainun pun akhirnya memilih opsi yang kedua.

Dari pernikahan keduanya, Habibie dan Ainun dikaruniai dua orang putra, yaitu Ilham Akbar Habibie dan Thareq Kemal Habibie. Selama berkarier di Jerman, Habibie pernah bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm, sebuah perusahaan penerbangan yang berpusat di Hamburg, Jerman.

Pada tahun 1973, Habibie kembali ke Indonesia atas permintaan presiden Soeharto. Habibie kemudian menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi sejak tahun 1978 sampai Maret 1998. Gebrakan B. J. Habibie saat menjabat Menristek diawalinya dengan keinginannya untuk mengimplementasikan “Visi Indonesia”.

Menurut Habibie, lompatan-lompatan Indonesia dalam “Visi Indonesia” bertumpu pada riset dan teknologi, khususnya pula dalam industri strategis yang dikelola oleh PT. IPTN, PINDAD, dan PT. PAL.

Targetnya, Indonesia sebagai negara agraris dapat melompat langsung menjadi negara Industri dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sementara itu, ketika menjabat sebagai Menristek, Habibie juga terpilih sebagai Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang pertama.

Habibie terpilih secara aklamasi menjadi Ketua ICMI pada tanggal 7 Desember 1990. Puncak karir Habibie terjadi pada tahun 1998. Dimana saat itu ia diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia (21 Mei 1998-20 Oktober 1999), menggantikan Soeharto yang mengundurkan diri.

Sebelumnya, B.J. Habibie menjabat sebagai Wakil Presiden ke-7 menggantikan Try Sutrisno. B.J. Habibie kemudian digantikan oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang terpilih sebagai presiden pada 20 Oktober 1999 oleh MPR hasil Pemilu 1999.

Dengan menjabat selama 2 bulan dan 7 hari (sebagai wakil presiden) dan juga selama 1 tahun dan 5 bulan (sebagai presiden), B.J. Habibie merupakan Wakil Presiden dan juga Presiden Indonesia dengan masa jabatan terpendek.

Dari sekian banyak presiden Indonesia, B.J. Habibie merupakan satu-satunya Presiden yang berasal dari etnis Gorontalo, Sulawesi dari garis keturunan Ayahnya yang berasal dari Kabila, Gorontalo dan etnis Jawa dari ibunya yang berasal dari Yogyakarta.

Selama menjabat Presiden Republik Indonesia, B.J. Habibie banyak melakukan terobosan, khususnya dibidang ekonomi, salah satunya menaikan nilai tukar rupiah hingga Rp.6.500 per dolar.

Ini adalah catatan sejarah yang tidak mungkin lagi bisa dicapai di era pemerintahan sekarang dan selanjutnya. Setelah tak lagi menjabat sebagai presiden, Habibie sempat tinggal dan menetap di Jerman.

Tetapi, ketika era kepresidenan Soesilo Bambang Yudhoyono, ia kembali aktif sebagai penasihat presiden untuk mengawal proses demokratisasi di Indonesia lewat organisasi yang didirikannya Habibie Center dan akhirnya menetap dan berdomisili di Indonesia.

Kontribusi besar Habibie bagi bangsa ini pun tetap tercurahkan ketika masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Habibie aktif memberikan masukan dan gagasan pembangunan bagi pengembangan sumber daya manusia di Indonesia.

Kesibukan lain dari B. J. Habibie adalah mengurusi industri pesawat terbang yang sedang dikembangkannya di Batam. Habibie menjabat sebagai Komisaris Utama dari PT. Regio Aviasi Industri, sebuah perusahaan perancang pesawat terbang R-80 dan kemudian menyerahkan pucuk pimpinan perusahaan tersebut kepada anaknya, Ilham Habibie.

Selamat jalan eyang Habibie, selamat jalan guru bangsa, selamat jalan bapak demokrasi, selamat jalan bapak teknologi. Engkau telah menghadap sang Pencipta, tetapi karya-karyamu akan selalu dikenang. (***)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.