Keajaiban Dibalik Gempa dan Tsunami Palu, Diselamatkan oleh Buaya dan Al-Qur’an

RadarGorontalo.com – Bencana gempa bumi, tsunami dan likuifaksi atau tanah bergerak sudah 8 hari berlalu. Tetapi pengalaman – pengalaman aneh yang dialami sejumlah orang yang selamat mulai bermunculan. Salah satunya orang yang diselamatkan buaya. Sebenarnya, cerita ini sudah disampaikan Pado, salah satu warga Palu pada keesokan harinya pasca bencana. Tetapi dianggap hoax. Ternyata, cerita ini benar, setelah sang korban menceritakan pengalamannya. Cerita lain, juga disampaikan Ragiel Mu’alif. Ombak hitam setinggi 8 meter, siap menggulungnya sesaat setelah gempa mengguncang. Ragiel pasrah. Bagaimana mereka bisa selamat ?. Berikut laporan Muhajir.

Ketika air laut mengamuk dan memporak – porandakan teluk Palu, seorang lelaki bisa selamat dari gulungan tsunami. Dia mencoba meraih apa saja untuk bisa selamat. Kebetulan dia berhasil meraih sesuatu yang dikiranya papan. Dia tak menyangka kalau itu adalah ekor buaya. Dan buaya inilah yang menyelamatkannya sampai ke daratan. “Meski selamat, tetapi sekujur tubuhnya mengalami luka – luka, dia memperlihatkan bagian rusuknya yang luka parah,” tutur Zaki. Pria yang kuliah di Al Azhar Kairo ini, kemarin berada di Gorontalo, setelah mengungsikan keluarganya ke Luwuk. Rencananya dia akan menyeberang melalui pelabuhan feri dari Gorontalo ke Luwuk. Zaki tetap bertahan di Kota Tua. Dia tak sedikitpun ingin mengungsi. Jadi ketika terjadi gempa dan semua orang naik ke gunung, ayah dua orang anak ini tetap bertahan di rumahnya. Dia sangat yakini kota tua ini tidak akan apa – apa karena ada Al – Khairaat. “Makam Guru Tua ada di situ dan Ustadz Sagaf (cucu tertua Guru Tua juga masih ada di Palu), maka Insya Allah Kota Tua ini akan baik baik saja dan Alhamdulillah Kota Tua baik baik saja,” ujarnya.

Kisah lain diceritakan, Ragiel Mu’alif. Sore itu dia tengah mengendarai motor untuk menunaikan sholat Magrib di masjid apung Palu, tepatnya di jalan cumi-cumi, Lere, Palu Barat, Sulawesi Tengah (Sulteng). Dalam perjalanan, Ragiel yang membawa ransel berisikan Al-Qur’an terus menikmati perjalanannya, sambil melihat sekeliling kota yang sangat ramai. Ragiel pun semakin dekat dengan lokasi masjid. Namun entah kenapa hatinya semakin tidak karuan. Sesaat setelah lafaz terakhir adzan “Laillahaillallah” motor yang yang dikendarai Ragiel jatuh. “Gempanya bukan lagi naik turun, tapi seperti ombak. Saya disitu sambil pegang motor dan bertahan diatas aspal,” tukasnya. Setelah gempa mereda, Ragiel mencoba bangkit dan mengangkat motor untuk dinyalakan. Motornya pun kandas. Ditengah suasana air yang tenang, ombak hitam setinggi 8 meter, 6 meter, dan 4 meter, tiga gulungan naik ke arahnya. “Sama sekali tidak ada air surut, seperti tsunami pada umumnya. Airnya tenang,” terangnya.

Ditengah suasana panik, Ragiel memilih untuk menyelamatkan orang terlebih dulu. Barulah setelah orang pergi dari pinggir pantai, ia pun lari ke arah truk. Sayang, sekitar 30 meter mendekati truk, ombak 100 meter datang dari sebelah kanan dan pecah 5 meter menghantam pembatas pantai. Kemudian pecah lagi menjadi 3 meter. “Saya memutuskan naik ke atas pohon. Dan saya sudah tidak bisa-bisa kemana-mana lagi. Sementara air terus naik. Saya pun pasrah hidup dan mati. Seketika air datang dan langsung menghantam wajah saya,” katanya.

Sekitar 2 detik Ragiel sempat tidak sadarkan diri. Hingga 2 detik kemudian dirinya kembali sadar dan terus dibawa air. Kata Ragiel, airnya tenang sekali, bahkan dirinya mencoba meraih dasar, tapi tidak sampai. “Sambil terus bersyahadat mencari pijakan, akhirnya saya mendapati tempat yang tingginya 2 meter dari rumah. Tempat itu juga sangat dekat dengan saklar listrik. Dan dibawahku itu ada seng, pecahan kaca dan paku semua,” ungkap Ragiel. Sambil bergelantungan diatas rumah, dengan kakiku yang sebatas dengan saklar listrik, tiba-tiba ombak kedua datang dan langsung menghancurkan rumah itu. “Saya tidak panik dan terus menyebut nama Allah. Entah kenapa air itu tiba-tiba tak lagi kencang. Bahkan surut, akhirnya saya turun dan menuju ke atas sembari menolong beberapa orang yang masih hidup,” tambahnya.

Disana Ragiel tidak sendiri, dirinya bersama Pak Hermawan. Mereka meminta kepada warga yang masih selamat untuk menutup jalan ke bawah. Karena suasana sangat tidak kondusif. Dan bersama pak Herman, Ragile terus berjaga sekitar 30 menit. Waktu terun berjalan dan setelah waktu Isya berakhir, Ragiel akhirnya memutuskan untuk turun kembali ke bawah untuk melakukan evakuasi, sembari menunggu tim Basarnas. Gempa kecil pun terus berdatangan, sebanyak 10 kali. “Saya terus berjalan bersama pak Hermawan. Seluruh rumah dikompleks tersebut hancur lebur, penuh lumpur, sedimen dan lain sebagainya. Saya berada dilokasi itu sekitar 30 jam untuk menyelamatkan warga,” katanya. Hingga pada akhirnya tubuh Ragiel tak mampu lagi menahan sakit. Mereka beristirahat di tengah jalan, diatas kursi kayu, dengan pakaian basah kuyup. Sekitar satu jam tidur berlalu, Ragiel bersama pak Hermawan melanjutkan perjalanan. Mayat berserakan sana sini. Dan yang membuat mereka sedih, mayat yang sering dijumpai adalah anak kecil bahkan ada anak bayi. “Semalaman saya tidak makan. Dan akhirnya memutuskan pulang dengan berjalan kaki dari jam 07.00 pagi sampai ke rumah sekitar pukul 11.00,” kata alumni SMA N 3 Gorontalo yang kini melanjutkan kuliah di Untad Palu. “Saya diselamatkan oleh Al-Quran yang selalu saya bawa dalam tas ransel saya,” tutupnya. (rg-63)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.