GORONTALO UNDERCOVER

RadarGorontalo.com – Praktek prostitusi sudah ada sejak lama. Berbeda dengan daerah maju lainnya di Indonesia, khusus Gorontalo prostitusi masih menjadi hal tabu. Tak jarang, mereka yang bekerja di sektor ini, dikucilkan oleh masyarakat. Seiring dengan kemajuan daerah, bisnis ‘maksiat’ ini, rupanya mulai tumbuh pesat. Walaupun prakteknya terselubung. Berikut penelusuran Radar Gorontalo, mengungkap praktek prostitusi di bumi berjuluk serambi Madinah.
Sabrin – Helmi, Radar Gorontalo
Adalah Une (nama samaran,red). Pria satu ini, terhitung sudah lima tahun melakoni profesi sebagai mucikari. Sedikitnya ada lebih dari 20 orang wanita PSK yang bekerja untuknya. Bak seorang bisnisman, saat ditemui Radar Gorontalo, Une terlihat sibuk melayani panggilan telepon dari pelanggan. Sesekali terdengar Une menjawab Ada’ atau ‘semua bisa diatur’, dengan mimik wajah tersenyum. Sepintas, dari pembicaraan Une itu sama sekali tak terdengar bahasa-vulgar yang secara jelas menyebut jualannya. Sepertinya, jasa yang ditawarkan Une benar-benar terselubung. Jangankan nama wanitanya, tarifnya pun tak disebut jelas, begitu juga dengan lokasi pertemuan. Bahkan, sedikit konsumen yang mengetahui nama asli si Une.
Une pun mulai bercerita soal profesi yang dilakoninya itu. Kata Une, gadis-gadis yang bekerja kepadanya, kebanyakan masih muda, dengan rentang usia 13 sampai 22 tahun. Namun tak sedikit juga, yang berusia 30 tahun. Tarif yang dipatok pun cukup mahal, berkisar Rp. 800 ribu, sampai Rp. 1 juta. Tapi lagi-lagi kata Une ‘semua bisa diatur’. Soal perilaku konsumen, menurut Une yang paling laris, adalah wanita dengan umur 25 atau 30 tahun. servicenya lebih bagus. Lantaran ini, PSK yang masih remaja sepertinya tertantang dan tak mau kalah dengan dari senior. Sesama mereka pun taruhan, siapa yang punya service memuaskan. Bagi Une, kompetisi bagus untuk bisnis. “malam tahun baru, tarif dinaikkan sampai 20 persen,” sergah Une, sembari mengatakan momen tahun baru, anak buahnya panen bookingan.
PSK yang bekerja dengan Une, tak semuanya asal Gorontalo. Sebagian ada yang berasal dari Provinsi Sulut, dan Sulawesi Tengah. Sebenarnya kata Une, tak semuanya murni berprofesi sebagai PSK, karena ada sebagian berstatus pelajar SMA hingga Mahasiswa. Khusus yang daun muda, tarifnya ditentukan oleh Une yang tentunya sedikit lebih mahal. Cara booking sangat gampang, apalagi bagi mereka yang mengantongi nomornya Une. Sistemnya pesan antar. Cukup pesan via telpon, janjian di lokasi mana, gadis-gadis pun siap diantar.
Lain lagi dengan Kude (nama samaran,red). pria satu ini juga berprofesi sama dengan Une. Gadis asuhannya pun tak kalah banyak. Bedanya, si Kude hanya mau mempekerjakan gadis belia yang semua berstatus pelajar, SMA sederajat bahkan ada yang SMP. “siang mereka sekolah, nanti malam baru melayani pesanan. Tak ada hari libur, semuanya mendapat job. Kecuali sedang haid,” ungkapnya. Cara beroperasi, rata-rata sama dengan yang dilakukan Une. Sedikit berbeda, foto gadis yang ditawarkan biasanya dikirim via selular.
Kude sedikit menceritakan, kenapa para pelajar itu bisa terjerat bisnis haram seperti itu. Dari pengakuan anak buahnya, rata-rata mereka merupakan korban broken home. Disisi lain, ada juga yang sekedar ingin memenuhi gaya hidupnya yang mahal. Seperti membeli smartphone canggih, hingga pakaian serta asesoris bermerek. Aktifitas mereka, tidak diketahui oleh orang tua masing-masing. Disini, Kude bersifat sebagai penghubung saja. Karena resiko, ditanggung oleh gadis itu sendiri. Yang paling mereka takuti, bukan soal hamil tapi tertular penyakit. “kalo so tacolo, so depe waktu itu. Gampang samua itu,” kata Kude, menirukan perkataan anak buahnya.
Jika pesanan datang, para wanita yang rata-rata pelajar itu, mulai memikirkan seribu satu alasan, agar bisa diizinkan keluar di malam hari. Jika Kude mudik, dirinya tak khawatir. Karena sistem operasinya, sudah dihafal oleh masing-masing PSK. “Yang dihubungi itu saya, saya yang beri informasi ke mereka. Jadi tak ada yang tidak ada job, setiap hari mereka pasti ada job,” timpalnya lagi. Bersambung. (RG)