Asri Banteng Bersaksi : Semuanya Mesti Bertanggung Jawab

GORONTALO (RGOL.ID)—Sidang kasus pengadaan lahan Gorontalo Outer Ring Road (GORR) dengan terdakwa mantan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kakanwil BPN) Gorontalo GB alias Gabril terus berlanjut di Pengadilan Tipikor Gorontalo.

Selasa (31/8) kemarin, sidang lanjutan mendengarkan keterangan sanksi kurang lebih 10 saksi dari 17 yang dijadwalkan JPU. Sidang dipimpin majelis hakim Rendra Yozar Dharma Putra SH, Cecep Dudi Mukhlis Sabigin SH, Priyo Pujono SH.

Menariknya dalam persidangan tersebut terkait terungkapnya adanya kelebihan bayar. Dan JPU akan memanggil kembali 3 orang pemilik lahan tersebut untuk bersaksi.

“Mereka akan kami hadirkan disidang, dan meminta agar mengembalikan kelebihan bayar tersebut. Karena biar bagaimanapun itu bukan hak mereka,” ujar JPU Anto Widi Nugroho.

Dari 10 saksi yang dihadirkan menarik adalah kesaksian dari Asri Wahyudi Banteng, yang divonis majelis hakim 1,6 bulan penjara dalam kasus ini. Sidang diawali dengan pertanyaan terkait dengan proses awal pembangunan GORR.

Namun pertanyaan JPU ini kebanyakan tidak diketahui oleh saksi Asri Wahyuni Bantang, karena memang Asri baru dilibatkan dalam proyek ini difase dketiga, dimana proses pembebasan lahan.

Menariknya baik JPU dan kuasa hokum terdakwa GB alias Gabriel yakni Duke Arie Widagdo sempat bertanya ke Asri Banteng soal siapa paling bertanggung jawab soal adanya kelebihan bayar ?

Mendapat pertanyaan ini,Asri Banteng dengan tegas mengatakan. Proses administrasi dan pembayaran di pemprov didasarkan pada data validasi yang diberikan BPN ke Pemprov.

“Pencairan (pembayaran ) kepada pemilik lahan, tidak ditentukan atau dilakukan satu orang. Tapi dilakukan secara berjenjang mulai dari Sekda, asisten, Kepala Biro, PPTK, Bendahara, Verivvikator, Keuangan. Jadi pendapat saya, jika ditanya seperti itu, semuanya harus bertanggung jawab, ” tegas Asri Banteng.

“Saya dan teman teman tidak punya kewenangan untuk memvalidasi keabsahan data. Karena itu merupakan tugas dan kewenangan dari BPN dan panitia pengadaan lahan yang bertanggung jawab penuh kepada ketua panitia dalam hal ini kepala BPN,’ tambah Asri Bantang.

Hal juga ditegaskan oleh PPTK Sri Wahyuni Dang Matona. Yang bersikukuh apa yang mereka kerjakan sesuai dengan UU dan perpres 71. ‘ Kami tidak mungkin mengecek keabsahan data yang divalidasi BPN.

Karena itu bukan kewenangan kami. Kami hanya mencocokan data yang ada dengan hasil validasi BPN, jika itu lengkap maka kami proses,” tegasnya.

Dalam persidangan ini, JPU ketuai oleh Anto Widi Nugroho lebih banyak ‘mengulik’ soal adanya pembayaran doble, kepada pemilik tanah senilai Rp 53 juta.

Selain itu, JPU masih berkutat pada tidak lengkapnya alas hak, tapi masih dilakukan pembayaran. Ini yang dinilai JPU merugikan negara.

“Dengan adanya proses pembuatan SPPF tidak sesuai. Dan telah terjadi pembayaran, jelas itu merugikan negara,’kata JPU Anto Widi Nugroho Yang menjadi tanda tanya.

Apakah Jaksa Penuntup Umum mampu membuktikan apa benar ada kerugian negara senilai 43 miliar lebih. Dan apakah selain 4 terdakwa (3 sudah divonis) akankah ada tersangka lain yagn akan diseret ke meja hijau.

Ataukah kasus ini hanya akan berakhir pada 4 ini. Tentu perlu ditunggu kelihaian jpu untuk mengungkap kasus ini. Sidang akam kembali dilanjutkan Kamis 2 September nanti (riel/rg)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.