GORONTALO UNDERCOVER

RadarGorontalo.com – Perilaku seks bebas di kalangan remaja, menjadi salah satu pemicu banyaknya gadis yang berstatus pelajar hingga mahasiswa yang terjerat di jurang prostitusi. Bahaya terjangkit penyakit menular, seperti penyakit kelamin hingga HIV/Aids, diabaikan demi segepok rupiah. Data yang dimiliki Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, penderita HIV/Aids di Gorontalo sudah 215 orang, dimana 17 diantaranya bestatus sebagai pelajar dan mahasiswa. Ironisnya, masih ada penderita AIDS yang bebas beroperasi.

Helmi – Abink, Radar Gorontalo.

ilustrasi (Anwar/RG)

Dijelaskan, Ketua KPA Kota Gorontalo dr. Riyana, ada beberapa ketegori dalam survey yang dilakukan KPA terhadap pelaku prostitusi yang aktif atau sebagai wanita panggilan. Diantaranya, hotspot, kunjungan ramai dan tidak ramai, kategori lokasi yang diamati, maksimum dan minimum. Dilokasi tertentu atau hotspot ada 59 PSK aktif, sedangkan wanita panggilan 8 orang. Lokasi ramai seperti salon dan tempat hiburan malam, ditemukan 141 PSK aktif, dan 45 orang adalah wanita panggilan. Sedangkan di lokasi yang tidak ramai seperti kos-kosan, jumlah PSK aktif lebih mondominasi yang mencapai 205 orang, dan 54 wanita panggilan.

Sementara pada kategori yang diamati, PSK aktif di Kota Gorontalo mencapai 549, dan wanita panggilan hanya 55 orang. Untuk survey dengan kategori maksimum hasil surveynya, PSK aktif mencapai 1.158, sedangkan wanita panggilan sebanyak 164 orang. Pada kategori minimum, PSK aktif sebanyak 582, untuk wanita panggilan sebanyak 90 orang. “PSK aktif tidak memiliki profesi lain, selain prostitusi. Sedangkan wanita panggilan atau PSK tidak langsung, mempunyai profesi lain, ada yang sebagai Apartur Sipil Negara (ASN), pengusaha, Ibu rumah tangga, mahasiswa, pelajar, dan lain sebagainya,” terang Riyana.

Sementara itu, data penderita HIV/Aids yang diperoleh dari BID, P2M-Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, hingga Desember 2015, jumlah penderita HIV/Aids sudah 2015 orang. Pertumbuhan signifikan terlihat sejak tahun 2012. Kalau dipetakan berdasarkan distribusi penularan, hubungan seks hetero berada pada peringkat tertinggi 120 kasus. Diikuti oleh perilaku seks menyimpang seperti Gay, lesbian, waria sebanyak 45 kasus. Lewat jarum suntik 24 kasus, dan penularan ibu ke anak 7 kasus. Dan tak diketahui 18 kasus.

Sedangkan jika dilihat berdasarkan profesi atau pekerjaan, tertinggi adalah wiraswasta sebanyak 68 penderita. Diikuti, Ibu rumah tangga 24 orang, PNS 22 orang, siswa dan mahasiswa 17 orang dan wanita pekerja seks 13 orang. Sisanya adalah profesi biasa. Mulai dari mekanik, petani hingga nelayan pun ada. Dari total 215 penderita, 80 orang diantaranya dinyatakan sudah meninggal dunia. Sedangkan sebaran, merata di semua daerah. Namun tertinggi ada di Kota Gorontalo 93 penderita, dan Kabupaten Gorontalo 38 penderita.

DUA PELAJAR PENDERITA AIDS

Dari total 215 penderita HIV/Aids, 2 orang diantaranya berstatus pelajar di salah satu sekolah kejuruan. Due (17) misalnya (nama samaran,red). Kepada Radar Gorontalo, Due yang masih duduk di kelas dua salah satu SMK itu mengaku, sudah mengenal seks sejak kelas tiga SMP. Awalnya, dilakukan dengan sang pacar, hingga kemudian gonta-ganti pasangan. Tanpa sadar, Due sudah terjangkit virus mematikan itu. Kini Due hanya bisa pasrah, dengan kondisinya itu. Lain lagi dengan Nunu (20) (nama samaran,red). Gadis berparas cantik itu, baru lulus tahun kemarin. Nunu, terjangkit karena aktifitasnya sebagai pekerja seks. Setelah lulus sekolah, Nunu tetap melanjutkan profesinya itu, kendati sudah mengetahui, kalau penyakit yang diidapnya itu adalah penyakit menular dan mematikan. Menurut salah seorang sumber dari KPA, sempat ada upaya pengobatan yang ditawarkan. Namun Nunu menolak dengan berbagai alasan. Belakangan, ponselnya sudah tidak bisa dihubungi.

Jumlah wanita pelaku prostitusi, tiap tahun bertambah. Proses rekrutmen, sepintas mirip penjualan manusia alias human trafficking. Informasi yang diperoleh Radar Gorontalo dari salah seorang mucikari, para gadis selain datang sendiri, ada juga yang direkrut dari kampung-kampung. Tidak semuanya berasal dari daerah di Gorontalo, sebagian besar datang dari daerah tetangga luar Gorontalo. Kata si Mucikari, mereka sudah tau pekerjaan yang akan mereka lakoni. Tidak ada pengekangan, karena mereka bebas memilih tempat tinggal. Mau di kos-kosan atau rumah kontrakan, toh mereka yang bayar sendiri. Soal resiko terjangkit penyakit menular atau hamil pun, bukan urusan mucikari.

Banyaknya remaja yang terjun ke dunia prostitusi, merupakan salah satu kegagalan pengawasan orang tua, maupun gagalnya sistem pengawasan dalam dunia pendidikan itu sendiri. Dari penelusuran yang dilakukan, rata-rata pelajar atau mahasiswa yang terjerat dalam praktek prostitusi, hanya karena ingin mepertahankan gaya hidup yang serba mahal. Prostitusi dianggap jalur paling cepat untuk memperoleh uang. Tak perlu ada wawancara, atau keahlian tertentu. Modal paras cantik dan body aduhai, itu sudah lebih dari cukup. Ironisnya, merasa nyaman dengan profesi itu, mereka pun enggan bertobat. Alhasil, lulus sekolah pekerjaan yang tadinya jadi sampingan, justru jadi pekerjaan utama. Bahaya HIV/Aids hingga penyakit menular lainnya diabaikan, demi uang dan gaya hidup. Semua pihak, mulai dari pemerintah, keluarga, tokoh agama harus berperan aktif untuk menekan ini, demi menyelamatkan generasi penerus bangsa ini. (**/RG)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.