
RadarGorontalo.com – Perusahaan yang menunggak iuran BPJS ketenaga kerjaan, siap-siap dipanggil kejaksaan tinggi (Kejati) Gorontalo. Totalnya ada 954 perusahaan, yang dinyatakan masuk zona merah karena menunggak pembayaran iuran. Bahkan dari jumlah itu, yang kategori macet Macet 23 perusahaan dan berkategori diragukan 61 perusahaan. Total potensi piutang iuran mencapai Rp 1.700.580.567.
Akumulasi data yang diperoleh BPJS Ketenagakerjaan Provinsi Gorontalo itu, kata Deputi Direktur Wilayah Sulawesi dan Maluku Sudirman Simamora, merupakan perhitungan sejak Bulan Januari hingga Maret 2018. Dengan rincian, 714 perusahaan yang masuk zona PMI (Perusahaan Menunggak Iuran), dengan potensi tunggakan iuran Rp 1,398,046,763 Ribu. Dengan klasifikassi piutang iuran, kategori Lancar 492 perusahaan, Kurang Lancar 130 perusahaan, Macet 32 perusahaan dan Diragukan sebanyak 60 perusahaan.
Parahnya lagi kata Sudirman Simamora, data dari BPJS Ketenagakerjaan Marisa, ada 240 perusahaan yang masuk zona PMI, namun memiliki potensi tunggakan iuran lebih rendah sedikitnya Rp 302,533,805 ribu. Dibandingkan potensi tunggakan piutang iuran perusahaan, di wilayah tugas Kantor BPJS Ketenagakerjaan Gorontalo, menembus Rp 1,3 Miliar. “Akumulasi 240 perusahan yang menunggak iuran. Rinciannya berkategori Lancar sebanyak 87 perusahaan, Kurang Lancar 69 perusahaan, Macet 23 perusahaan dan berkategori diragukan 61 perusahaan.
“Berbagai upaya telah kami lakukan, namun masih saja ditemukan perusahaan yang bandel. Padahal program yang disajikan BPJS Ketenagkerjaan itu, selain mensejahterakan karyawan, juga memberikan dampak postif terhadap perusahaan itu sendiri. Salah satunya, dapat meningkatkan mutu dan kualitas suatu perusahaan itu sendiri, dalam mengelola manajemen perusahaan,” tutur Sudirman Simamora.
Dikatakannya juga, SKK bagi perusahaan bandel itu sudah diserahkan kepada Kejaksaan, untuk dapat ditindak lanjuti oleh kejaksaan sesuai dengan peraturan dan undang-undang. Yang ditujukan kepada perusahaan yang membandel, dan beroperasi di wilayah Gorontalo yang belum mendaftarkan pekerjanya, ke program jaminan sosial ketenagakerjaan.
“Sebelum kami melimpahkan ke Kejaksaan Tinggi atau Kejaksaan Negeri yang ada di Gorontalo. Perusahaan bersangkutan kita lakukan proses. Jika tidak mendapatkan respon baik dari perusahaan bersangkutan, maka wajib bagi kami melimpahkan ke Kejaksaan Tinggi atau Negeri di Gorontalo. Untuk diproses secara legal dan formalnya,” tegas Sudirman Simamora.
Terkait ini, Kajati Gorontalo Firdaus Delwilmar SH. M.HUM saat ditemui Selasa (22/05) mengatakan, Surat Edaran (SE) Kejaksaan Agung (Kejagung) RI Nomor B-186 A/SKJA/10/2017, memperkuat tupoksi kerja Kejaksaan Tinggi (Kejati) Gorontalo. Yang telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU), bersama BPJS Ketenagakerjaan Provinsi Gorontalo, atas tugas baru Kejati Gorontalo itu. “Kerjasama antara Kejaksaan dengan BPJS Ketenagakerjaan ini, positifnya sangat baik terhadap perusahaan yang ada di Gorontalo. Lebih khusus bagi pekerja yang mengadukan nasib mereka, di perusahaan dimana mereka bekerja,” ujarnya.
Menindak lanjuti SE Kejangung RI dan bersinergi bersama BPJS Ketenagakerjaan Provinsi Gorontalo, siap dilakukan Kejati Gorontalo, kata Firdaus. Karena menurutnya, dengan adanya kerjasama tersebut dapat memberikan efek jera pada perusahaan, yang ‘bandel’ memenuhi hak karyawan mereka. “Kami siap menindak lanjuti Surat Kuasa Khusus (SKK) perusahaan yang dilimpahkan BPJS Ketenagakerjaan Provinsi Gorontalo, ke Kejaksaan Tinggi Gorontalo,” tegas Firdaus. (rg-62)