Wed. May 8th, 2024
    Kantor BI Perwakilan Gorontalo

    GORONTALO (RadarGorontalo.com) – Inflasi Gorontalo pada tahun 2016, diperkirakan masih berada dalam rentang sasaran inflasi nasional. Yakni 4,1 persen (yoy), lebih rendah dari tahun 2015 sebesar 4,3 (yoy). Demikian dikatakan Unggul Priatna, pihak Kantor Perwakilan Wilayah (KPW) Bank Indonesia (BI) Gorontalo, Rabu (8/6), kepada Radar Gorontalo.

    Akan tetapi memasuki triwulan II 2016, Gorontalo mencatat inflasi sebesar 4,4 persen hingga 4,8 persen (yoy), seiring turunnya harga komoditas barang dan jasa yang diatur oleh Pemerintah. Misalnya harga bbm dan tarif dasar listrik. Semakin banyak pengeluaran masyarakat, yang diperkirakan akan terus naik. “Secara bulanan, setelah April 2016 tercatat deflasi -0,32 persen (mtm), sedangkan bulan Mei dan Juni diperkirakan akan mencatat inflasi,” kata Unggul.

    Selain itu, kata Unggul, tekanan inflasi lainnya lebih banyak di dorong oleh komoditas bawang merah dan beberapa komoditas ikan. Sesuai data inflasi yang di paparkan BI, kontribusinya setiap bulan untuk bawang merah mencapai 0,17 persen (mtm) sedangkan komoditas ikan 0,13 persen (mtm).

    Disisi lain terdapat koreksi harga alias deflasi terhadap aneka cabai dan beras seiring adanya panen raya. “Yang paling mencolok deflasinya adalah BBM. Kontribusinya turun hingga -0,29 persen (mtm), cabai -0,18 persen (mtm), dan beras -0,14 persen (mtm),” terang Unggul.

    Memang saat ini inflasi masih cukup tinggi, sehingga membutuhkan pengendalian untuk mencapai sasaran inflasi sebesar 3,5 persen di 2018. Penguatan koordinasi Bank Indonesia dan Pemerintah Provinsi melalui TPID sangat diperlukan untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi 2016, terutama dari harga yang diatur pemerintah (administered prices) dan bahan makanan yang harganya sangat berfluktuasi (volatile food).

    Koordinasi kebijakan administered prices, terutama terkait dengan waktu penetapan kebijakan tersebut, agar tidak bersamaan dengan munculnya tekanan inflasi yang bersifat musiman. Sementara itu, tekanan inflasi volatile food diperkirakan dapat berasal dari terbatasnya pasokan sejumlah bahan pangan. Menghadapi tantangan tersebut, diperlukan sinkronisasi kebijakan yang didukung dengan komitmen yang kuat dari berbagai pihak.

    Sementara itu, dari hasil rapat TPID Kota Gorontalo beberapa waktuyang lalu menunjukan, prediksi inflasi menjelang dan mengakhiri bulan Ramadan bisa terkendali. “Menjelang bulan Ramadan hingga lebaran ini, inflasi bisa terkendali,” kata Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Gorontalo, Darwis Salim, yang juga sebagai Ketua TPID Kota Gorontalo.

    Artinya, ketersediaan harga-harga, ketersediaan barang-barang yang diperlukan masyarakat dalam kebutuhan puasa dan lebaran akan terpenuhi. Informasi ini di dapatkan dari berbagai stakeholder tentang produksi-produksi yang diperlukan selama bulan Ramadan dan Lebaran. Kemudian ketersediaan pangan yang ada di lembaga-lembaga terkait, seperti Bulog, Pertamina, PLN dan juga informasi perkembangan dari Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik.

    Kalaupun terjadi gejolak atau fluktuasi harga, kata Darwis, bisa dikendalikan dengan intervensi dari stakeholder tentang operasi pasar maupun bentuk-bentuk lain, sehingga masyarakat tidak perlu resah. “Kesiapan kebutuhan dasar itu akan terpenuhi dengan pemerintah senantisa mencermati dan akan membantu sekaligus mengintervensi apabila terjadi hal-hal yang bisa merugikan masyarakat,” terangnya. (rg-63)

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.